Jumat, 28 September 2012

Di Gubuk Tua Itu

Kaki Pak Doko  sudah tak mampu menopang  tubuhnya yang bukan lagi kekar seperti dahulu, matanya berkeliling mencari tempat teduh untuknya beristirahat,dan di dapatinya sebuah gubuk tua yang dari tata latarnya menunjukan bahwa tak pernah ada yang singgah kesana.  Dengan berjalan sempoyongan Pak Doko yang sebenarnya setengah sadarkan diri itu menuju ke arah gubuk yang dilihatnya tadi, dalam hati dia berharap semoga masih ada orang yang perduli padanya di dalam gubuk tersebut. Tetapi  Pak Doko sudah tak tahan lagi dan langsung tergeletak di depan pintu gubuk tua itu.



            Selang beberapa jam kemudian, Pak Doko tersadar dari tidur pendek yang tidak di inginkannya itu. Dengan heran Pak Doko berkata “ini di mana? Apakah ini neraka?” , “bukan pak ini rumah saya” sahutan singkat  yang nyatanya membuat Pak Doko semakin takut karena tak ada satu sosokpun yang keluar  saat suara itu terdengar . “si,si,siapa kamu? “ Tanya Pak Doko terbata-bata. “itu tidak penting, sekarang makan dan minumlah apa yang ada di meja itu, lalu kembali tidur” begitulah kata suara misterius itu, dari nada suaranya yang berat bias di pastikan bahwa itu seorang lelaki dewasa. Karena penasaran Pak Doko berusaha beranjak dari tempat tidur dan menghampiri seseorang yang berada di balik tirai ungu, yang sebenarnya juga tidak dapat menutupi seluruhnya dari tubuh lelaki itu. “jangan mendekat” katanya tangkas, begitu terdengar suara langkah kaki yang mendekatinya, Pak Doko menurutinya dan kembali ke tikar lusuh tempat dia tidur tadi, meskipun rasa penasaran masih saja berputar dalam otaknya yang sudah setengah abat lebih itu berfungsi. Karena sangat kelelahan setelah berjalan berpuluh-puluh kilometer  jauhnya, Pak Doko kembali  terlelap tapi kini benar-benar tidur yang istirahat. Entah manusia atau bukan sesungguhnya penghuni gubuk itu, satu sosok yang sangat misterius. Dia dengan senang hati mau menolong seorang kakek tua renta yang bahkan, mungkin dia tak mengenalnya. Semua itu penuh misteri, begitu sulit bagi Pak Doko ontuk memikirkan kebenarannya.
            Keesokan harinya sepiring nasi rames dan teh hangat siap santap, sudah menempatkan drinya di atas meja, Pak Doko memang sangat lapar karena seharian kemarin dia tidak makan sesuap nasipun. Sangat lahap dia makan, seperti orang tidak makan berminggu-minggu. Usai menghabiskan makanan yang ada di depannya Pak Doko memberanikan diri keluar ruang tidurnya yang tidak layak di sebut kamar itu, dia hanya berjalan-jalan di sekitar gubuk berharap dapat melihat orang yang telah menolongnya, tetapi tak seorangpun ia dapati di sana. Dia hanya mengamati apa saja yang ada di gubuk tua itu, sungguh bukanlah rumah yang pantas di huni, dinding masih terbuat dari kayu yang sudah hampir habis termakan rayap. tak ada satupun perabotan rumah yang berharga, hanya ada satu tape yang sepertinya juga setua gubuk itu. Pak Tono menghabiskan waktunya hari ini dengan hanya mendengarkan radio dan kembali tidur, itu berlangsung sampai  1 minggu lamanya.
            Sampai pada suatu hari ketika Pak Doko mulai resah dan bertanya-tanya gila tentang siapakah malaikat penolong itu, dia memiliki gagasan untuk mengendap-endap ke kamar sebrang untuk sekedar mengetahui bagaimana raut wajah malaikat penolong tersebut. Dan benar saja ada seorang lelaki yang tengah tidur terlentang  di sebuah ranjang yang lagi-lagi sudah tua dan usang, Pak Doko mendekat dan mengamati wajah lelaki itu. “Marja” ucap Pak Doko setengah bergetar,sontak lelaki paruh baya tersebut terbangun dan terkrjut mendapati Pak Doko sudah berada di hadapannya. “Ayah” balasnya tertunduk. “Marja mengapa kau tak bilang jika yang menolongku itu engkau nak !” “maafkan Marja ayah, Marja hanya tak ingin ayah marah dan pergi apabila Marja menunjukkan wajah Marja”kata Marja tak kuasa menahan tangis “ayah menyesal telah membuatmu hidup seperti ini, maafkan ayah yang selalu membuatmu menangus dahlu, maafkan ayah yang telah mengusirmu dari rumah untuk hanya dapat menikah dengan wanita si**** itu,ayah…” belum sampai kata terakhir Pak Doko berucap Marja langsung mendekap ayah yang telah lama tak di jumpainya itu “ sudahlah ayah, sekarang yang terpenting Marja bias sama ayah lagi, Marja sayang ayah. Ayah jangan pergi ya ! tinggal di sini. “ demikian ungkap marja kepada pak Doko, yang tak berbalas satu katapun. karena Pak Doko telah larut dalam tangis kebahagiaan di pelukan anaknya itu. Hanya sebuah anggukan kepala yang mewakili sebuah isyarat bahwa mereka akan hidup bahagia bersama di gubuk tua itu.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar