Kaki Pak Doko sudah tak mampu menopang tubuhnya yang bukan lagi kekar seperti
dahulu, matanya berkeliling mencari tempat teduh untuknya beristirahat,dan di
dapatinya sebuah gubuk tua yang dari tata latarnya menunjukan bahwa tak pernah
ada yang singgah kesana. Dengan berjalan
sempoyongan Pak Doko yang sebenarnya setengah sadarkan diri itu menuju ke arah
gubuk yang dilihatnya tadi, dalam hati dia berharap semoga masih ada orang yang
perduli padanya di dalam gubuk tersebut. Tetapi Pak Doko sudah tak tahan lagi dan langsung
tergeletak di depan pintu gubuk tua itu.
Selang beberapa jam kemudian, Pak Doko tersadar dari
tidur pendek yang tidak di inginkannya itu. Dengan heran Pak Doko berkata “ini
di mana? Apakah ini neraka?” , “bukan pak ini rumah saya” sahutan singkat yang nyatanya membuat Pak Doko semakin takut
karena tak ada satu sosokpun yang keluar
saat suara itu terdengar . “si,si,siapa kamu? “ Tanya Pak Doko
terbata-bata. “itu tidak penting, sekarang makan dan minumlah apa yang ada di
meja itu, lalu kembali tidur” begitulah kata suara misterius itu, dari nada
suaranya yang berat bias di pastikan bahwa itu seorang lelaki dewasa. Karena
penasaran Pak Doko berusaha beranjak dari tempat tidur dan menghampiri
seseorang yang berada di balik tirai ungu, yang sebenarnya juga tidak dapat
menutupi seluruhnya dari tubuh lelaki itu. “jangan mendekat” katanya tangkas,
begitu terdengar suara langkah kaki yang mendekatinya, Pak Doko menurutinya dan
kembali ke tikar lusuh tempat dia tidur tadi, meskipun rasa penasaran masih
saja berputar dalam otaknya yang sudah setengah abat lebih itu berfungsi.
Karena sangat kelelahan setelah berjalan berpuluh-puluh kilometer jauhnya, Pak Doko kembali terlelap tapi kini benar-benar tidur yang
istirahat. Entah manusia atau bukan sesungguhnya penghuni gubuk itu, satu sosok
yang sangat misterius. Dia dengan senang hati mau menolong seorang kakek tua
renta yang bahkan, mungkin dia tak mengenalnya. Semua itu penuh misteri, begitu
sulit bagi Pak Doko ontuk memikirkan kebenarannya.
Keesokan harinya sepiring nasi rames dan teh hangat siap
santap, sudah menempatkan drinya di atas meja, Pak Doko memang sangat lapar
karena seharian kemarin dia tidak makan sesuap nasipun. Sangat lahap dia makan,
seperti orang tidak makan berminggu-minggu. Usai menghabiskan makanan yang ada
di depannya Pak Doko memberanikan diri keluar ruang tidurnya yang tidak layak
di sebut kamar itu, dia hanya berjalan-jalan di sekitar gubuk berharap dapat
melihat orang yang telah menolongnya, tetapi tak seorangpun ia dapati di sana.
Dia hanya mengamati apa saja yang ada di gubuk tua itu, sungguh bukanlah rumah
yang pantas di huni, dinding masih terbuat dari kayu yang sudah hampir habis
termakan rayap. tak ada satupun perabotan rumah yang berharga, hanya ada satu tape
yang sepertinya juga setua gubuk itu. Pak Tono menghabiskan waktunya hari ini
dengan hanya mendengarkan radio dan kembali tidur, itu berlangsung sampai 1 minggu lamanya.
Sampai pada suatu hari ketika Pak Doko mulai resah dan
bertanya-tanya gila tentang siapakah malaikat penolong itu, dia memiliki
gagasan untuk mengendap-endap ke kamar sebrang untuk sekedar mengetahui
bagaimana raut wajah malaikat penolong tersebut. Dan benar saja ada seorang
lelaki yang tengah tidur terlentang di
sebuah ranjang yang lagi-lagi sudah tua dan usang, Pak Doko mendekat dan
mengamati wajah lelaki itu. “Marja” ucap Pak Doko setengah bergetar,sontak
lelaki paruh baya tersebut terbangun dan terkrjut mendapati Pak Doko sudah
berada di hadapannya. “Ayah” balasnya tertunduk. “Marja mengapa kau tak bilang
jika yang menolongku itu engkau nak !” “maafkan Marja ayah, Marja hanya tak
ingin ayah marah dan pergi apabila Marja menunjukkan wajah Marja”kata Marja tak
kuasa menahan tangis “ayah menyesal telah membuatmu hidup seperti ini, maafkan
ayah yang selalu membuatmu menangus dahlu, maafkan ayah yang telah mengusirmu
dari rumah untuk hanya dapat menikah dengan wanita si**** itu,ayah…” belum
sampai kata terakhir Pak Doko berucap Marja langsung mendekap ayah yang telah
lama tak di jumpainya itu “ sudahlah ayah, sekarang yang terpenting Marja bias
sama ayah lagi, Marja sayang ayah. Ayah jangan pergi ya ! tinggal di sini. “
demikian ungkap marja kepada pak Doko, yang tak berbalas satu katapun. karena
Pak Doko telah larut dalam tangis kebahagiaan di pelukan anaknya itu. Hanya
sebuah anggukan kepala yang mewakili sebuah isyarat bahwa mereka akan hidup
bahagia bersama di gubuk tua itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar